Pertanyaan kedua yang diajukan kepada beliau—semoga Allah merahmatinya—berkaitan dengan pertanyaan tentang keyakinan sebagian orang bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri acara-acara yang diadakan untuk merayakan maulid Nabi, yang mereka berdiri (di acara maulid itu) untuk mengagungkan Nabi. Apakah ini boleh dilakukan atau tidak?
Maka beliau—semoga Allah merahmatinya—menjawab: Barang siapa mengklaim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri acara-acara maulid Nabi tersebut, maka Al-Qur’an telah membantahnya!
Karena klaim kehadiran Nabi itu secara akal hanya memiliki dua kemungkinan:
Pertama, kehadiran Nabi yang diklaim itu adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir dengan jasad dan ruhnya, dan Al-Qur’an secara tegas membantah kemungkinan ini dengan firman Allah Ta‘ala:
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati, dan mereka pun akan mati.” (QS. Az-Zumar: 30)
Maka wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meniadakan kemungkinan beliau hadir secara jasad dan ruh.
Kemungkinan kedua, bahwa yang diklaim adalah kehadiran ruh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, dan ini pun merupakan kedustaan! Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa yang belum mati di waktu tidurnya maka Dia menahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya…” (QS. Az-Zumar: 42).
Maka ruh-ruh yang telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan kematiannya, ditahan di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, sehingga tidak memiliki kemampuan untuk pergi dan datang.
Sehingga dua kemungkinan secara akal yang ada dalam perkara ini, tentang klaim kehadiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keduanya tertolak berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Jika diklaim bahwa Nabi hadir dengan jasad dan ruh, itu adalah kebohongan! Jika diklaim bahwa Nabi datang dengan ruhnya saja, tanpa jasadnya, itu juga kebohongan, berdasarkan ayat-ayat sebelumnya.
Kemudian, penulis—semoga Allah merahmatinya—menguatkan jawaban tersebut dengan mengatakan:
“Selain itu, klaim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri acara-acara seperti ini adalah kedustaan atas nama beliau.
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengabarkan dalam hadis sahih bahwa beliau hadir di acara seperti itu.
Apabila tidak ada satu kata pun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dengan kehadiran beliau pada ibadah-ibadah yang diagungkan syariat yang di dalamnya orang-orang berkumpul, seperti Salat Jumat, Salat Id, dan wukuf di Arafah, lantas bagaimana beliau hadir di suatu acara yang bahkan baru muncul setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat?
====
تَضَمَّنَ السُّؤَالُ الثَّانِي الَّذِي رُفِعَ إِلَيْهِ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى الِاسْتِفْتَاءُ عَنِ اعْتِقَادِ بَعْضِ النَّاسِ أَنَّ الرَّسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْضُرُ هَذِهِ الْحَفَلَاتِ الَّتِي تُعْقَدُ لِلْمَوْلِدِ وَيَقُوْمُوْنَ لَهُ تَعْظِيْمًا فَهَلْ يَجُوزُ ذَلِكَ أَمْ لَا؟
فَأَجَابَ عَنْهُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى بِأَنَّ مَنْ زَعَمَ أَنَّ الرَّسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْضُرُ هَذِهِ الْحَفَلَاتِ فَإِنَّ الْقُرْآنَ يُكَذِّبُهُ
لِأَنَّ الْحُضُورَ الْمُدَّعَى لَا يَحْتَمِلُ فِي الْقِسْمَةِ الْعَقْلِيَّةِ إِلَّا أَحَدَ شَيْئَيْنِ
أَوَّلُهُمَا أَنْ يَكُونَ الْحُضُورُ الْمُدَّعَى حُضُورُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبَدَنِهِ وَرُوحِهِ وَالْقُرْآنُ نَاطِقٌ بِتَكْذِيبِهِ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
فَكَوْنُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَيِّتًا يَمْنَعُ حُضُورَ بَدَنِهِ وَرُوحِهِ
وَالثَّانِي أَنْ يَكُونَ الْحُضُورُ الْمُدَّعَى مُرَادًا بِهِ حُضُورُ رُوحِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَذَا كَذِبٌ أَيْضًا لِأَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى قَالَ
اللَّهُ يَتَوَفَّى الأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ
فَالْأَرْوَاحُ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهَا الْمَوْتَ مُمْسَكَةٌ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا تَصَرُّفُ لَهَا فِي الذَّهَابِ وَالْمَجِيءِ
فَالِاحْتِمَالَانِ الْعَقْلِيَّانِ الْوَارِدَانِ عَلَى هَذَا الْمَحَلِّ فِي دَعْوَى حُضُورِهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِلَاهُمَا مَرْدُودَانِ بِنَصِّ الْقُرْآنِ
فَإِنِ ادُّعِيَ أَنَّهُ يَحْضُرُ بِبَدَنِهِ وَرُوحِهِ فَذَلِكَ كَذِبٌ وَإِذَا ادُّعِيَ أَنَّهُ يَحْضُرُ بِرُوحِهِ دُونَ بَدَنِهِ فَذَلِكَ كَذِبٌ أَيْضًا لِمَا تَقَدَّمَ مِنَ الْآيَاتِ
ثُمَّ قَالَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فِي تَعْزِيزِ جَوَابِهِ الْمُتَقَدِّمِ
وَأَيْضًا فَدَعْوَى حُضُورِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْحَفَلَاتِ مِنَ الْكَذِبِ عَلَيْهِ
لِأَنَّهُ لَمْ يُخْبِرْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَبَرًا صَادِقًا أَنَّهُ يَحْضُرُ مِثْلَهَا
فَإِذَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَأْتِ عَنْهُ حَرْفٌ فِي حُضُورِ الْعِبَادَاتِ الْمُعَظَّمَةِ شَرْعًا الَّتِي يَجْتَمِعُ فِيهَا النَّاسُ كَالْجُمُعَةِ وَالْعِيدِ وَمَوْقِفِ فِي عَرَفَةَ فَكَيْفَ يَكُونُ حُضُورُهُ فِي شَيْءٍ لَمْ يَحْدُثْ إِلَّا بَعْدَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ