Aku Tak Lagi Mencintaimu! Ketika Cinta Pergi, Masih Perlukah Bertahan? – Syaikh Abdussalam Asy-Syuwai’ar

Rabb kita Jalla wa ‘Ala berfirman: “Dan perlakukanlah mereka (istri-istri kalian) dengan cara yang baik…

Jika kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah), karena boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS. An-Nisa: 19)

Masalah cinta dan benci adalah perkara yang bersifat relatif. Seseorang terkadang menyukai sesuatu, lalu keesokan harinya berubah menjadi membenci dan marah terhadapnya.

Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu menikahi seorang wanita. Lalu istri pertamanya datang menemui Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dan berkata, “Saudaramu telah menikahi seorang wanita lagi, dan karena begitu besar cintanya kepada istri barunya itu, kini ia sibuk dengannya dan melalaikanku.” Maka ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mendatangi saudaranya itu untuk menasihatinya, agar situasi yang terjadi bisa diperbaiki dan tidak semakin memburuk. Riwayat ini disampaikan oleh Az-Zubair bin Bakkar dalam salah satu kitabnya. Az-Zubair berkata: “Tak selang beberapa tahun setelah itu, kecintaannya kepada istri keduanya berubah menjadi kebencian.”

Kecintaan itu berbalik menjadi kebencian. Kemudian istri keduanya datang menemui ‘Aisyah untuk meluapkan keluhannya, memohon agar ‘Aisyah berbicara kepada saudaranya, agar memperbaiki hubungan dengannya atau menceraikannya.

Maksud dari kisah ini adalah bahwa cinta dan benci adalah perkara yang relatif. Allah ‘Azza wa Jalla bisa membolak-balikkan perasaan itu dalam sekejap waktu. Demikian pula, cinta dan benci juga bersifat relatif tergantung pada sebagian sisi seseorang. Seseorang bisa jadi membenci salah satu sifat orang lain, namun mencintai sifat yang lainnya. Ia bisa saja tidak menyukai penampilan seseorang, tapi karena melihat akhlak baiknya, ia pun mencintai akhlak tersebut. Karena itu, seorang istri bisa membuat dirinya dicintai melalui akhlaknya, perbuatannya yang mulia, pengasuhan yang baik terhadap anak-anaknya, dan sebab-sebab kebaikan lainnya.

Oleh sebab itu, ketika sebagian orang beralasan bahwa pernikahan mereka tidak dilandasi cinta, kami katakan bahwa ucapan ini perlu penjelasan lebih lanjut. Karena cinta bukanlah syarat mutlak bagi setiap rumah tangga, sebagaimana ucapan Umar radhiyallahu ‘anhu.

Suatu hari, seorang lelaki bertanya kepada istrinya, “Apakah engkau mencintaiku?” Namun sang istri hanya terdiam. Lelaki itu lalu meminta dengan menyebut nama Allah agar istrinya menjawab. Maka sang istri berkata, “Karena engkau memintanya atas nama Allah, maka jawabanku: Aku tidak mencintaimu!” Lelaki itu pun mendatangi Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu dan menceritakan peristiwa tersebut. Lantas Umar memerintahkan agar istri lelaki itu dibawa menghadapnya.Setelah wanita itu menceritakan kisahnya, Umar memukulnya dengan tongkat. Lalu Umar berkata, “Apakah semua rumah tangga harus dibangun atas dasar cinta? Justru manusia hendaknya saling memperlakukan dengan cara yang baik.”

Maksud dari semua ini, wahai saudara-saudara yang mulia bahwa Allah ’Azza wa Jalla menjelaskan bahwa bisa jadi seorang suami membenci sesuatu dari sebagian sisi istrinya, baik dari perbuatannya, penampilannya, sifatnya, dan lain sebagainya. Namun jika ia melihat sisi-sisi lainnya, niscaya ia akan mendapati kebaikan.

Oleh karena itu, ada sebuah hadis agung yang menjelaskan makna ayat ini. Sekiranya seseorang menjadikan hadis ini sebagai pelita di depan matanya, niscaya banyak permasalahan akan terselesaikan. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah (istrinya) jika ia membenci salah satu akhlaknya, tentu ia akan meridhai akhlak lainnya.” (HR. Muslim)

Para ulama mengatakan bahwa manusia dalam menerapkan hadis ini terbagi menjadi tiga golongan: Dua golongan bersikap ekstrem sehingga terjatuh dalam kesalahan, dan satu golongan bersikap moderat sehingga ia berbuat dengan benar.

Adapun dua golongan yang keliru, yang pertama adalah seorang lelaki yang hanya melihat sisi-sisi buruk saja. Siapa yang hanya memandang keburukan dan melupakan kebaikan, maka lelaki tersebut tidak akan merasakan kebahagiaan dalam pernikahan. Kehidupannya pun tidak akan tenang.Bahkan seluruh hidupnya akan dipenuhi dengan kesengsaraan. Bahkan hidupnya akan terus seperti itu selama pernikahannya berlangsung dan tidak terjadi perceraian.

Adapun kelompok lain yang juga keliru dalam mengamalkan hadis ini, adalah kelompok yang menimbang-nimbang antara sifat-sifat baik dan buruk pasangannya. Dan ini merupakan sebuah kesalahan, namun pada hakikatnya tidak termasuk kesalahan yang fatal, karena penyimpangannya dari kebenaran lebih sedikit. Maksudnya, apabila seorang suami menimbang-nimbang antara sifat-sifat istrinya yang baik dan yang buruk, maka dia akan memperlakukan istrinya berdasarkan pertimbangannya tadi, dan ini belum termasuk sikap yang ideal.

Adapun sikap yang paling baik adalah ketika seorang suami melihat sisi-sisi kebaikan yang ada pada istrinya, melihat akhlak-akhlak terpujinya, memujinya, dan berpura-pura tidak melihat kekurangan istrinya. Maka inilah golongan yang paling sempurna di antara ketiga kelompok tersebut.

====

يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَلَا وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

إِنَّ مَسْأَلَةَ الْحُبِّ وَالْكُرْهِ هِيَ مِنَ الْمَسَائِلِ النِّسْبِيَّةِ فَإِنَّ الْمَرْءَ قَدْ يَكُونُ مُحِبًّا لِشَيْءٍ ثُمَّ يُصْبِحُ فِي غَدِهِ كَارِهاً لَهُ مَاقِتاً

وَقَدْ جَاءَ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَزَوَّجَ امْرَأَةً فَجَاءَتْ زَوْجَتُهُ الْأُولَى إِلَى أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَتْ لَهَا إِنَّ أَخَاكِ قَدْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً وَإِنَّهُ مِنْ حُبِّهِ لَهَا قَدِ انْقَطَعَ لَهَا وَتَرَكَنِي فَجَاءَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا لَهُ لِتَنْصَحَهُ لِأَنْ يَكُونَ بَعْضُ الْأَمْرِ الَّذِي يَحْدُثُ مِنْهُ أَهْوَنَ مِمَّا كَانَ قَالَ الرَّاوِي وَهُوَ قَدْ رَوَى هَذَا الْخَبَرَ الزُّبَيْرُ بْنُ بَكَّارٍ فِي بَعْضِ كُتُبِهِ قَالَ فَمَا دَارَ بَعْدَ ذَلِكَ بِضْعُ سِنِينَ حَتَّى انْقَلَبَ حُبُّهُ لِهَذِهِ الزَّوْجَةِ بُغْضاً

حَتَّى انْقَلَبَ حُبُّهُ لَهَا بُغْضًا فَجَاءَتْ الزَّوْجَةُ الثَّانِيَةُ بَعْدَ ذَلِكَ لِعَائِشَةَ تَشْتَكِي لَهَا وَتَرْجُو مِنْهَا أَنْ تُكَلِّمَ أَخَاهَا بِأَنْ يُحْسِنَ عِشْرَةً إِلَيْهَا أَوْ أَنْ يُفَارِقَهَا

الْمَقْصُودُ مِنْ هَذَا أَنَّ الْحُبَّ وَالْبُغْضَ إِنَّمَا هِيَ مِنَ الْأُمُورِ النِّسْبِيَّةِ الَّتِي يَقْلِبُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بَيْنَ لَيْلَةٍ وَضُحَاهَا كَمَا أَنَّ مَسْأَلَةَ الْحُبِّ وَالْبُغْضِ مِنَ الْأُمُورِ النِّسْبِيَّةِ بِاعْتِبَارِ الْأَبْعَاضِ فَقَدْ يَكْرَهُ الْمَرْءُ خُلُقاً وَيُحِبُّ آخَرَ وَقَدْ يَكُونُ ذَلِكَ الْمَرْءُ كَارِهًا لِهَيْئَةٍ وَلَكِنَّهُ يَرَى الْخُلُقَ فَيُحِبُّ الْخُلُقَ وَلِذَلِك فَإِنَّ الْمَرْأَةَ تُحَبِّبُ بِنَفْسِهَا بِخُلُقِهَا وَكَرِيْمِ فِعْلِهَا وَحُسْنِ تَرْبِيَتِهَا لِأَبْنَائِهَا وَلِغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْأَسْبَابِ

وَلِذَلِكَ فَإِنَّ بَعْضَ النَّاسِ عِنْدَمَا يَتَعَلَّلُ بِأَنَّ هَذَا الزَّوَاجَ لَا حُبَّ فِيهِ نَقُولُ إِنَّ هَذَا الْكَلَامَ يَحْتَاجُ إِلَى تَفْصِيلٍ وَذَلِكَ أَنَّ الْحُبَّ لَا يَلْزَمُ أَنْ يَكُونَ شَرْطًا لِكُلِّ بَيْتٍ كَمَا قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

لَمَّا جَاءَ رَجُلٌ فَسَأَلَ امْرَأَتَهُ أَتُحِبُّهُ هِي؟ فَسَكَتَتْ فَنَاشَدَهَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ تُجِيبَ فَلَمَّا نَاشَدَهَا اللهَ قَالَتْ أَمَّا وَقَدْ نَاشَدْتَنِي بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَلَا فَجَاءَ ذَلِكَ الرَّجُلُ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَأَخْبَرَهُ بِالْقِصَّةِ فَأَمَرَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْ تَأْتِيَ هَذِهِ الْمَرْأَةُ ثُمَّ عَلاَهَا بِالدُّرَّةِ لَمَّا أَخْبَرَتْهُ بِالْخَبَرِ وَقَالَ لَهَا مَا مَعْنَاهُ وَهَلْ بُنِيَتْ كُلُّ الْبُيُوتِ عَنِ الْحُبِّ إِنَّمَا يَتَعَاشَرُ النَّاسُ بِالْمَعْرُوفِ

فَالْمَقْصُودُ مِنْ هَذَا أَيُّهَا الأَكَارِمُ أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ بَيَّنَ أَنَّ الرَّجُلَ رُبَّمَا كَرِهَ شَيْئًا مِنْ أَبْعَاضِ الْمَرْأَةِ مِنْ أَفْعَالٍ أَوْ هَيْئَةٍ أَوْ وَصْفٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ لَكِنَّهُ إِنْ نَظَرَ إِلَى الْجَوَانِبِ الْأُخْرَى لَوَجَدَ إِحْسَانًا

وَلِذَلِكَ فَإِنَّ هُنَاكَ حَدِيثًا عَظِيمًا يُفَسِّرُ مَعْنَى هَذِهِ الْآيَة وَهَذَا الْحَدِيْثُ لَوْ جَعَلَهُ الْمَرْءُ نِبْرَاساً أَمَامَ عَيْنَيْهِ لَانْحَلَّ كَثِيرٌ مِنَ الْإِشْكَالَاتِ ثَبَتَ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ

لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ آخَرَ لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

يَقُولُ أَهْلُ الْعِلْمِ النَّاسُ فِي تَطْبِيق هَذَا الْحَدِيثِ ثَلَاثَةُ أَطْرَافٍ فَطَرَفَانِ تَطَرَّفَا فَأَخْطَآ وَطَرَفٌ تَوَسَّطَ فَأَحْسَنَ

فَأَمَّا الطَّرَفَانِ الَّذَيْنِ أَخْطَآ فَرَجُلٌ يَنْظُرُ إِلَى الْمَسَاوِئِ فَقَطْ فَمَنْ نَظَرَ إِلَى الْمَسَاوِئِ وَتَنَاسَى الْمَحَاسِنَ فَإِنَّ ذَلِكَ الرَّجُلَ لَا يَهْنَأُ بِزَوَاجٍ وَلَا تَسْتَقِرُّ لَهُ حَيَاةٌ بَلْ إِنَّ حَيَاتَهُ كُلَّهَا إِنَّمَا هِيَ فِي نَكَدٍ بَلْ إِنِ اسْتَمَرَّتْ عَلَى ذَلِكَ وَلَمْ يَكُنْ الفَسْخُ

قَالَ وَطَرَفُ الْآخَرِ الَّذِي أَخْطَأَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ طَرَفٌ وَازَنَ بَيْنَ الصِّفَاتِ الْحَسَنَةِ وَالسَّيِّئَةِ وَهَذَا مُخْطِئٌ وَلَكِنَّهُ فِي الْحَقِيقَةِ لَيْسَ مُخْطِئًا كَمَالَ الْخَطَأ فَإِنَّ بُعْدَهُ عَنِ الصَّوَابِ أَقَلُّ فَهَذَا الرَّجُلُ إِذَا وَازَنَ بَيْنَ صِفَاتِهَا الْحَسَنَةِ بَيْنَ صِفَاتِ الْمَرْأَةِ الْحَسَنَةِ ِوَصِفَاتِهَا السَّيِّئَةِ فَإِنَّهُ يُعَامِلُهَا حِينَئِذٍ بِالْعَدْلِ وَهَذَا لَيْسَ بِالْحَسَنِ

وَأَمَّا صِفَةُ الْكَمَالِ فَهُوَ الَّذِي يَنْظُرُ إِلَى صِفَاتِ الْحُسْنِ فِي زَوْجِهِ وَيَنْظُرُ إِلَى أَخْلَاقِ الْكَمَالِ عِنْدَهَا وَيُثْنِي عَلَيْهِ وَيَتَغَافَلُ عَنِ الْبَاقِي فَهَذَا هُوَ أَكْمَلُ الثَّلَاثَةِ

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.