Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hendaklah kalian selalu berkata jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada kebaikan Dan kebaikan akan menuntun menuju surga. Seseorang akan senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur, hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur (ṣiddīq). Sebaliknya, jauhilah dusta, karena dusta menuntun kepada kefasikan, dan sungguh kefasikan menuntun menuju neraka. Seseorang akan terus berdusta dan berupaya untuk berdusta. hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari & Muslim).
Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur!” (QS. At-Taubah: 119).
Kejujuran yang sempurna itu, wahai Syaikh Nashir, terwujud dengan tiga perkara, apa saja itu? Jujur dalam ucapan, perbuatan, dan niatnya.
Jika tiga jenis kejujuran ini terkumpul pada seseorang, semoga Allah mencatatnya sebagai orang-orang yang jujur. Ketika Allah menyebutkan para laki-laki dan perempuan yang jujur,
Allah lalu berfirman: “Allah menyiapkan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35).
Kejujuran ini termasuk dalam deretan sifat-sifat yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan yang beriman. Ketika Allah menyebut penghuni surga dan sifat-sifat mereka, Dia berfirman:
“Yaitu orang-orang yang sabar dan benar (jujur)…” (QS. Ali Imran: 17).
Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman: “Allah berfirman: Ini adalah hari ketika kebenaran (kejujuran) bermanfaat bagi orang-orang yang benar…” (QS. Al-Maidah: 119).
Maka, seorang muslim sangat dianjurkan, bahkan wajib untuk senantiasa menjaga kejujuran dalam seluruh keadaan dan urusannya. Serta menjauhi dusta, bahkan dalam perkara yang tampak sepele.
Seperti yang dikatakan seorang wanita kepada anak kecil, “Kemarilah, aku beri sesuatu!” Nabi bertanya, “Apa yang akan kamu berikan?” Ia menjawab, “Kurma.” Nabi bersabda, “Kalau kamu tidak memberinya, niscaya dicatat atasmu satu kedustaan.”
Hari ini, banyak orang yang meremehkan kedustaan, mereka menganggapnya sepele, bahkan sampai bersumpah atasnya. Sedangkan wanita dalam kisah tadi tidak bersumpah, tapi hanya berjanji kepada anak kecil itu. Namun, jika ia tidak menepati janji, maka ia dianggap sebagai pendusta.
Jika dalam kondisi biasa saja seseorang wajib berkata jujur, meskipun tidak diiringi dengan sumpah, maka bagaimana jika kejujuran itu diiringi dengan sumpah, saudara-saudara? Tentu lebih wajib baginya untuk jujur. Karena jika ia tidak jujur, maka ia telah—na’udzubillah—menggabungkan dua dosa: berdusta kepada manusia, dan juga berdusta dalam sumpahnya, wahai saudara-saudara sekalian.
====
قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَلَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَلَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
قَالَ تَعَالَى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
وَتَمَامُ الصِّدْقِ يَا شَيْخُ نَاصِرُ فِي ثَلَاثَةِ أُمُورٍ مَا هِيَ؟ فِي قَوْلِهِ وَفِعْلِهِ وَفِي إِرَادَتِهِ وَمَقْصَدِهِ
تَجْتَمِعُ هَذِهِ الْأَنْوَاعُ الثَّلَاثَةُ فَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَكْتُبَ الْعَبْدَ فِي الصَّادِقِين وَلَمَّا ذَكَرَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ
قَالَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
فِي جُمْلَةِ أَوْصَافٍ اتَّصَفَ بِهَا الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ وَلَمَّا ذَكَرَ أَهْلَ الْجَنَّةِ وَأَوْصَافَهُمْ قَالَ
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ
وَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ اللَّهُ هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِيْنَ صِدْقُهُمْ
فَيَتَأَكَّدُ عَلَى الْمُسْلِمِ بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَتَحَرَّى الصِّدْقَ فِي كُلِّ أَحْوَالِهِ وَأُمُورِهِ وَأَنْ يَتَجَنَّبَ الْكَذِبَ حَتَّى فِي الْأُمُورِ الْيَسِيرَةِ
كَمَا قَالَتْ امْرَأَةٌ لِصَبِيٍّ تَعَالَ أُعْطِيكَ قَالَ مَاذَا تُعْطِيْهِ؟ قَالَتْ أُعْطِيْهِ تَمْرَةً قَالَ أَمَّا لَمْ تُعْطِيهِ كُتِبَتْ عَلَيْكِ مَاذَا؟ كَذْبَةٌ
الْيَوْمَ يَتَسَارَعُ وَيَتَهَاوَنُ النَّاسُ بِهَا وَيَتَسَاهَلُونَ وَقَدْ يَحْلِفُونَ عَلَيْهَا مَعَ أَنَّهَا مَا حَلَفَتْ هِيَ لَكِنْ وَعَدَتْهُ فَلَوْ لَمْ تَفِ لَاعْتُبِرَتْ كَاذِبَةً
فَإِذَا كَانَ الصِّدْقُ وَاجِبًا وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ يَمِيْنٌ فَكَيْفَ إِذَا كَانَ مَعَهُ مَاذَا يَا إِخْوَانُ؟ إِذَا كَانَ مَعَهُ يَمِينٌ فَيَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَصْدُقَ لِأَنَّهُ إِذَا لَمْ يَصْدُقْ جَمَعَ عِيَاذًا بِاللَّهِ بَيْنَ الْكَذِبِ عَلَى النَّاسِ وَالْكَذِبِ أَيْضًا فِي مَاذَا يَا إِخْوَانُ؟ الْكَذِبِ فِي يَمِينِهِ