Kapan Kita Harus Cinta, Takut, dan Berharap kepada Allah? – Syaikh Sa’ad al-Khatslan #NasehatUlama

Kita baca beberapa pertanyaan yang telah kita terima di akun-akun media sosial Al-Majd.

Ini ada pertanyaan dari seorang saudari kita, bahwa ia selalu mendengar bahwa seorang Muslim wajib menghimpun rasa takut dan harap kepada Allah. Pertanyaannya: kapan harus takut dan kapan harus berharap?

Rasa takut dan harap kepada Allah–sebagaimana kata para ulama–keduanya bagaikan dua sayap bagi burung. Sedangkan rasa cinta kepada Allah bagaikan kepala burung.

Seorang Muslim harus menjalani hidup dengan metode seperti itu. Ia dituntun oleh rasa cinta kepada Allah dan cinta pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu rasa takut dan harap harus senantiasa dalam keadaan seimbang.

Karena jika seseorang lebih condong kepada rasa takut kepada Allah, maka bisa jadi ia akan terjerumus ke dalam rasa putus asa dari rahmat Allah.

Sebaliknya jika ia lebih condong kepada rasa harap kepada Allah, maka bisa jadi ia akan terjerumus ke dalam rasa aman dari makar Allah. Padahal kedua hal itu tercela: putus asa dari rahmat Allah dan merasa aman dari makar Allah.

Adapun yang seharusnya adalah menjaga keseimbangan. Yakni menjadi orang yang punya rasa harap sekaligus rasa takut kepada Allah.

Berharap mendapat rahmat, karunia, dan pahala besar di sisi Allah yang telah Dia siapkan bagi para hamba-Nya yang beriman. Sekaligus takut dari siksaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Dia sangat keras siksaan-Nya. Jadi, ia di antara rasa takut dan harap kepada Allah.

Ia juga hendaknya takut amalannya tidak diterima oleh Allah. Seorang Mukmin akan takut amalannya tidak diterima. Ketakutan inilah yang membuat banyak orang saleh tidak bisa tidur.

Al-Bukhari berkata dalam kitab ash-Shahih, bahwa Ibnu Abi Mulaikah berkata:

“Aku berjumpa dengan 30 Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka semua takut ada sifat kemunafikan dalam diri mereka.”

Subhanallah! 30 Sahabat Nabi ‘alaihis shalatu wassalam! Ini disebutkan dalam Shahih al-Bukhari. Mereka semua takut ada kemunafikan dalam diri mereka. Inilah yang seharusnya dirasakan seorang Muslim.

Mereka melakukan amalan-amalan besar, tapi tetap khawatir itu semua tidak diterima. Mereka takut menyerupai orang-orang munafik. Merekalah orang-orang yang Allah Ta’ala puji dalam firman-Nya:

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu) mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. al-Mu’minun: 60).

Disebutkan dalam tafsirnya bahwa mereka orang-orang yang beramal saleh, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan sedekah, tapi mereka takut amalan itu tidak diterima dari mereka.

Dengan demikian, seorang Muslim harus seimbang antara rasa takut dan harap kepada Allah.

Tidak terlalu condong kepada rasa harap yang menjadikannya merasa aman dari makar Allah.

Tidak pula terlalu condong kepada rasa takut yang menjadikannya merasa putus asa dari rahmat Allah Ta’ala.

Kecuali ketika sedang sakaratul maut. Ketika akan meninggal dunia, para ulama berkata bahwa dianjurkan untuk lebih condong pada sangkaan baik kepada Allah. Berdasarkan sabda Nabi ‘alaihis shalatu wassalam:

“Janganlah seseorang dari kalian meninggal dunia kecuali dalam keadan bersangka baik kepada Allah.” (HR. Muslim).

Oleh sebab itu, hendaklah orang yang hadir di sisi orang yang sedang sakaratul maut untuk menyebutkan amal-amal baiknya dan perbuatan baik yang telah ia kerjakan: “Kamu dulu sudah berbuat baik ini dan itu…” agar ia lebih condong kepada rasa harap dan sangkaan baik kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Inilah salah satu keadaan yang hendaknya sangkaan baik kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan rasa harap lebih ditonjolkan.

Sedangkan dalam keadaan lainnya, hendaklah seorang insan berada di antara rasa takut dan rasa harap.

====

نَأْخُذُ بَعْضَ الْأَسْئِلَةِ وَرَدَتْنَا فِي حِسَابَاتِ شَبَكَةِ الْمَجْدِ عَلَى مَوَاقِعِ التَّوَاصُلِ

هُنَا سُؤَالٌ مِنْ إِحْدَى الْأَخَوَاتِ تَسْمَعُ دَائِمًا أَنَّ الْمُسْلِمَ يَجِبُ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَ الْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ السُّؤَالُ مَتَى يَخَافُ مَتَى يَرْجُو؟

الْخَوْفُ وَالرَّجَاءُ كَمَا يَقُولُ أَهْلُ الْعِلْمِ هُمَا كَجَنَاحَيِ الطَّائِرِ وَالْمَحَبَّةُ كَرَأْسِ الطَّائِرِ

وَالْمُسْلِمُ مَطْلُوبٌ مِنْهُ أَنْ يَسِيرَ بِهَذِهِ الطَّرِيقَةِ يَقُودُهُ الْمَحَبَّةُ مَحَبَّةُ اللَّهِ وَمَحَبَّةُ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَكُونُ الْخَوْفُ وَالرَّجَاءُ يَكُونَانِ مُتَوَازِنَيْنِ

لِأَنَّهُ إِذَا غَلَّبَ الْإِنْسَانُ جَانِبَ الْخَوْفِ فَرُبَّمَا وَقَعَ فِي الْقُنُوطِ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ

وَإِذَا غَلَّبَ جَانِبَ الرَّجَاءِ فَرُبَّمَا وَقَعَ فِي أَمْنٍ مِنْ مَكْرِ اللَّهِ وَكِلَاهُمَا مَذْمُومٌ الْقُنُوطُ وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللَّهِ

وَإِنَّمَا الْمَطْلُوبُ هُوَ التَّوَازُنُ وَأَنْ يَكُونَ رَاجِيًا خَائِفًا

رَاجِيًا مَا عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَالْفَضْلِ وَالثَّوَابِ الْعَظِيمِ الَّذِي أَعَدَّهُ لِعِبَادِهِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَخَائِفًا مِنْ عُقُوبَةِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى شَدِيدُ الْعِقَابِ فَهُوَ بَيْنَ الْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ

أَيْضًا يَخَافُ يَخَافُ مِنْ أَنْ لَا يُتَقَبَّلَ عَمَلُهُ يَخْشَى الْمُؤْمِنُ أَنَّ عَمَلَهُ لَمْ يُتَقَبَّلْ مِنْهُ هَذَا هُوَ الَّذِي أَرَّقَ كَثِيرًا مِنَ الصَّالِحِينَ

قَالَ الْبُخَارِىُّ فِى صَحِيحِهِ قَالَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ

أَدْرَكْتُ الثَّلَاثِيْنَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ

سُبْحَانَ اللَّهِ الثَّلَاثِيْنَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ هَذَا فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيّ كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ هَذَا هُوَ الْمَطْلُوبُ مِنَ الْمُسْلِمِ

يَعْمَلُونَ الْأَعْمَالَ الْعَظِيْمَةَ وَلَكِنَّهُمْ يَخْشَوْنَ أَلَّا تُتَقَبَّلَ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ مُشَابَهَةَ الْمُنَافِقِيْنَ وَهَؤُلَاءِ هُمُ الَّذِيْنَ أَثْنَى اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِمْ بِقَوْلِهِ

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

جَاءَ فِي التَّفْسِيرِ أَنَّهُمُ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الْأَعْمَالَ الصَّالِحَةَ مِنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصِّيَامِ وَالْحَجِّ وَالصَّدَقَاتِ وَيَخْشَوْنَ أَلَّا تُتَقَبَّلَ مِنْهُمْ

وَعَلَى هَذَا فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَكُونَ مُعْتَدِلًا بَيْنَ الْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ

لَا يُغَلِّبُ جَانِبَ الرَّجَاءِ تَغْلِيبًا يُؤَدِّي إِلَى الْأَمْنِ مِنْ مَكْرِ اللَّهِ

وَلَا يُغَلِّبُ جَانِبَ الْخَوْفِ تَغْلِيبًا يُؤَدِّي إِلَى الْقُنُوطِ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ تَعَالَى

إِلَّا عِنْدَ الِاحْتِضَارِ عِنْدَ الْوَفَاةِ قَالَ الْعُلَمَاءُ إِنَّهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُغَلِّبَ جَانِبَ حُسْنِ الظَّنِّ بِاللَّهِ لِقَوْلِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ

لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ رَوَاهُ مُسْلِمٌ

وَلِهَذَا يَنْبَغِي لِمَنْ حَضَرَ مُحْتَضَرًا أَنْ يُذَكِّرَهُ بِمَحَاسِنِهِ وَبِمَا عَمِلَ وَأنَّكَ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا حَتَّى يُغَلِّبَ جَانِبَ الرَّجَاءِ وَجَانِبَ حُسْنِ الظَّنِّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَهَذَا مِنَ الْمَوَاطِنِ الَّتِي يَنْبَغِي أَنْ يُغَلِّبَ فِيهَا جَانِبَ حُسْنِ الظَّنِّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالرَّجَاءِ

مَا عَدَا ذَلِكَ يَكُونُ الْإِنْسَانُ بَيْنَ الْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.